DPR Nilai Pemerintah Lalai Antisipasi Bangkrutnya Mandala

21-01-2011 / KOMISI V

          Anggota DPR dari Fraksi Gerindra Fary Djemy Francis menegaskan, Pemerintah harus bertanggungjawab terhadap bangkrutnya Mandala Airlines. "Kita sudah pertanyakan kepada Dirjen Perhubungan Udara perihal laporan keuangan para operator dimana, karena berdasarkan UU seharusnya mereka melaporkan kinerja keuangannya secara berkala, tidak tiba-tiba menyatakan bangkrut," papar Farry kepada parle, diruangan kerjanya, Gedung Nusantara I, Jum'at, (21/1).

          Menurutnya, bangkrutnya Mandala Airline dapat menimbulkan dampak domino bagi industri penerbangan Indonesia. dikarenakan hampir 80 persen dikuasai swasta sementara 20 persen perusahaan BUMN, seperti Garuda Airlines. "Trend saat ini industri penerbangan sedang menanjak dan berlipat kali dibandingkan 2004 dimana 20 juta orang menggunakan angkutan penerbangan, sekarang bisa mencapai 40 juta orang," katanya.

          Dia menambahkan, Komisi V DPR sudah mengundang Dirjen Perhubungan Udara dan saat itu secara tegas DPR telah meminta sidang tersebut di skors untuk dicari solusi terbaik mengurai persoalan di industri penerbangan ini. "Kita meminta mereka melihat kembali laporannya, sementara Asosiasi Penerbangan Indonesia (Inaca) mengusulkan beberapa solusi terkait bangkrutnya mandala dan dampaknya bagi industri penerbangan," terangnya.

          Usulan mereka diantaranya yaitu, meminta pengurangan pajak PPN untuk BBM avtur, kemudian diskon-diskon pelayanan di Bandara, selanjutnya kerjasama pembayaran BBM dengan pertamina. "DPR secara tegas meminta persoalan ini jangan sampai terulang kembali," katanya.

          Dirinya menegaskan, pihak Mandala segera mengembalikan uang dari tiket yang terjual sebelumnya. "Ini kasus bukan kasus yang umum tetapi kasus spesifik seharusnya pihak Mandala tidak memberikan waktu 1 bulan namun segera mengembalikan uang para penumpangnya," tegasnya.

          Pemerintah, lanjut Farry, harus segera mengalihkan rute-rute Mandala Airlines kepada operator lainnya. "Sebagai pengambil kebijakan seharusnya mengelola dan memanage operator yang ada," paparnya.

          Sementara terkait dengan infrastruktur sarana bandara yang kurang memadai, Abdul Hakim (F-PKS) menilai, sesuai dengan Pasal 219 ayat (1) UU No 1 Tahun 2009, setiap badan usaha bandar udara atau unit penyelenggara bandar udara wajib menyediakan fasilitas bandar udara yang memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan serta pelayanan jasa sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan.

          "Bila hal itu dilanggar, badan usaha tersebut dapat dikenakan sanksi bertahap dari sanksi administratif sampai dengan pencabutan sertifikat," tegasnya.

          Abdul Hakim menyatakan bahwa Angkasa Pura harus patuh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam hal ini adalah UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. (si)/foto:iw/parle.


BERITA TERKAIT
Waktu Tempuh KRL Kian Singkat, Komisi V Tekankan Aspek Keselamatan dan Kenyamanan Penumpang
02-02-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Waktu tempuh KRL commuter line bakal terpangkas 5-9 menit seiring diterapkannya Grafik Perjalanan Kereta Api (GAPEKA) baru...
Libur Panjang, Pemerintah Harus Tindak Tegas Pengemudi Truk Lakukan Praktik ODOL
28-01-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Sudjatmiko menyoroti praktik pengemudi truk logistik yang kelebihan dimensi dan muatan atau...
Perlu Dikaji, Konsep WFA Potensi Kurangi Kemacetan di Mudik Lebaran dan Nyepi 2025
26-01-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda mendukung wacana bekerja dari mana saja atau work form...
Legislator Kalbar Minta Pemerintah Segera Rampungkan Jalan Nasional di Ketapang
25-01-2025 / KOMISI V
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi V DPR RI, Boyman Harun, mendesak Kementerian Pekerjaan Umum (PU) untuk segera menyelesaikan pembangunan jalan...